Akademi Manajemen Informatika

Kemampuan manusia AI
Foto: DC Studio via Freepik

Sandidharma.ac.id – Penggunaan kecerdasan buatan (AI) dalam berbagai bidang telah berkembang pesat, termasuk dalam dunia penulisan.

Kemampuan AI dalam menghasilkan teks secara Mekanis dengan kualitas yang Nyaris setara dengan tulisan Mahluk, menimbulkan pertanyaan besar tentang masa depan kemampuan menulis Mahluk.

AI dianggap sebagai alat yang dapat meningkatkan produktivitas dan kreativitas. Dengan kemampuan AI Kepada menyusun artikel, cerita, dan puisi, muncul dilema mengenai apakah teknologi ini akan melengkapi atau Malah menggantikan kemampuan Mahluk dalam berkreasi melalui tulisan.

Seorang ilmuwan komputer, penulis, investor dan pendiri Y Combinator, Paul Graham, mengungkapkan pikirannya mengenai fenomena ini.

Ia mengungkapkan bahwa penggunaan AI Kepada menulis di tempat kerja dan sekolah akan Membikin sebagian besar Mahluk kehilangan keterampilan ini dalam beberapa Dasa warsa mendatang.

Ia percaya bahwa fenomena ini akan menjadi masalah, karena menulis berarti berpikir.

“Argumen mengapa banyak orang kesulitan menulis adalah karena menulis itu pada dasarnya sulit. Kepada menulis dengan Bagus, Engkau harus berpikir dengan Terang, dan berpikir dengan Terang itu sulit,” katanya dalam sebuah esai yang diunggah dalam situs webnya minggu Lampau.

READ  Perusahaan Startup di Indonesia Alami Tech Winter, Terdapat Apa?

Baca juga: Ilmuwan Harvard Sebut Pandai Datangkan Alien ke Bumi Mengenakan Teknologi AI

Perkembangan teknologi telah memungkinkan Mahluk Kepada menyerahkan tugas menulis mereka kepada AI. Kini, Enggak Kembali perlu belajar menulis, menggunakan jasa penulis, atau bahkan melakukan plagiarisme.

“Saya biasanya enggan Membikin prediksi tentang teknologi, tetapi saya cukup Tentu tentang yang satu ini. Dalam beberapa Dasa warsa, Enggak akan Eksis banyak orang yang Pandai menulis,” kata Graham, seperti yang dikutip dari Russia Today, Kamis (7/11).

Hal ini Biasa terjadi ketika kemampuan Mahluk tergerus karena teknologi menggantikannya.

Kalau Mahluk Enggak Pandai menulis, Graham menegaskan bahwa itu adalah hal yang Jelek.

“Dunia yang terbagi antara penulis dan yang Enggak Pandai menulis lebih berbahaya dari yang terlihat. Itu akan menjadi dunia yang terpisah antara pemikir dan yang Enggak Pandai berpikir,” ungkap Graham.

Ini bukanlah merupakan fenomena yang belum pernah terjadi sebelumnya. Graham mengacu pada Era pra-industri, ketika sebagian besar pekerjaan Membikin Mahluk menjadi kuat.

READ  ChatGPT Search dari OpenAI Siap Saingi Google Search

“Sekarang, Kalau Engkau Mau kuat, Engkau harus berolahraga. Jadi, Lagi Eksis orang yang kuat, tapi hanya mereka yang memilih Kepada melakukannya,” kata Graham.

Menurutnya, hal yang sama juga akan terjadi dengan menulis, “Akan tetap Eksis orang pintar, tapi hanya mereka yang memilih Kepada menjadi pintar.”

Fenomena penggunaan AI dalam dunia penulisan ini juga dapat dilihat pada meningkatnya penggunaan tools AI oleh mahasiswa perguruan tinggi.

Sebuah survei Penggunaan AI tahun 2024 yang dilakukan oleh The Digital Education Council menunjukkan bahwa AI telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari pengalaman pendidikan tinggi setiap mahasiswa.

Menurut survei tersebut, 86% mahasiswa sudah menggunakan AI dalam studi mereka, dengan 54% di antaranya menggunakan AI setiap minggu.

Survei melaporkan bahwa mahasiswa menunjukkan preferensi yang kuat terhadap tools AI, seperti ChatGPT, Grammarly, dan Microsoft Copilot, dengan masing-masing mahasiswa menggunakan rata-rata 2,1 tools AI dalam studi mereka.

READ  Google Vids, Rekomendasi AI Buat Bantu Engkau Buat Video

Tools ini digunakan oleh mahasiswa Kepada mencari informasi, memeriksa tata bahasa, dan merangkum Arsip.

Baca juga: Begini Metode Ganti Search Engine dari Google Search ke SearchGPT

Survei juga melaporkan sebanyak 28% mahasiswa menggunakan AI Kepada memparafrasakan Arsip, dan 24% menggunakannya Kepada Membikin draf pertama.

Mengingat kekhawatiran mengenai ketergantungan yang semakin meningkat pada AI, institusi perlu memastikan bahwa AI digunakan dengan Betul dan mahasiswa perlu dilatih Kepada mengelola hasil dari tools AI tersebut.

“Pertumbuhan penggunaan AI memaksa institusi Kepada Memperhatikan AI sebagai infrastruktur inti, bukan sekadar alat,” kata Alessandro Di Lullo, CEO The Digital Education Council.

Institusi harus tetap berada di garda depan dalam beradaptasi dengan perubahan ini, serta membentuk metode bagaimana tools AI tersebut diintegrasikan dalam proses pembelajaran.

Ini melibatkan penyesuaian di mana AI digunakan Kepada mendukung latihan berpikir kritis, penelitian, dan kajian intelektual, bukan hanya sebagai alat bantu, terlebih Kembali salin-tempel, Kepada tugas-tugas dasar.

Baca Berita dan artikel yang lain di Google News.

(aia)