Akademi Manajemen Informatika

limbah elektronik AIFoto : Encrypted

Sandidharma.ac.id – Isu Dampak lingkungan yang ditimbulkan oleh teknologi kecerdasan buatan (AI) generatif kini semakin menjadi perhatian, terutama terkait dengan konsumsi Kekuatan dan air. Tetapi, penelitian terbaru memperlihatkan dimensi lain dari Dampak tersebut: potensi produksi limbah elektronik dalam jumlah yang mengejutkan akibat perkembangan pesat teknologi ini.

Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal ilmiah Nature oleh tim dari Universitas Cambridge dan Chinese Academy of Sciences memberikan wawasan baru tentang besarnya limbah elektronik yang dapat dihasilkan oleh industri AI generatif. Studi ini menunjukkan bahwa permintaan yang Lanjut meningkat Demi komputasi daya tinggi pada model AI yang semakin kompleks dapat menghasilkan timbunan limbah elektronik dalam jumlah yang sangat besar. Para peneliti memperkirakan bahwa pada 2030, skala limbah elektronik yang dihasilkan industri ini dapat setara dengan lebih dari 10 miliar unit iPhone setiap tahunnya—suatu Bilangan yang mencengangkan Apabila dibandingkan dengan limbah elektronik Demi ini.

Peneliti tersebut menggunakan berbagai skenario Demi memproyeksikan pertumbuhan industri AI, mencakup skenario rendah, menengah, dan tinggi. Dalam analisis mereka, aspek yang diperhitungkan meliputi peningkatan kebutuhan daya komputasi, jumlah perangkat keras yang dibutuhkan, serta masa Mengenakan dari perangkat tersebut. Dengan menggunakan model ini, mereka menemukan bahwa limbah elektronik dari industri AI berpotensi meningkat secara signifikan, hingga ribuan kali lipat dibandingkan volume pada 2023. Mereka mengungkapkan bahwa Apabila tren ini berlanjut, volume sampah elektronik dapat naik dari Sekeliling 2.600 ton pada 2023 menjadi antara 400.000 hingga 2,5 juta ton per tahun pada 2030.

READ  3 Startup Climate Tech Raih 10 Miliar, Ciptakan Teknologi Solusi Perubahan Iklim

limbah elektronik AIFoto : Technobusiness.id

Baca juga : Kalkulator AI Ciptaan Ilmuwan Inggris Ini Pandai Prediksi Kematian, Ini Penjelasannya

Makalah yang dikutip dari TechCrunch pada Selasa (29/10/2024) tersebut mencatat bahwa lonjakan besar ini disebabkan oleh peningkatan jumlah perangkat keras, seperti chip dan GPU, yang digunakan Demi menjalankan model AI. Perangkat keras ini Segera usang akibat pesatnya kemajuan teknologi dan meningkatnya permintaan komputasi dari model AI yang makin canggih. Model AI generatif, seperti model bahasa besar (large language models) yang mendukung chatbot, pencipta konten visual, dan lainnya, memerlukan sumber daya komputasi yang semakin besar agar tetap dapat menghasilkan output yang relevan dan Seksama. Akibatnya, perangkat yang Tak Kembali cukup canggih atau Segera akan Segera terbuang, mempercepat akumulasi sampah elektronik.

READ  Apple Ungkap Kelemahan AI: Perubahan Kecil Bisa Pengaruhi Akurasi Model Bahasa

Demi merespons tantangan ini, para peneliti merekomendasikan beberapa langkah mitigasi guna mengurangi jumlah limbah elektronik yang dihasilkan. Salah satunya adalah dengan mendaur ulang perangkat server yang Tak Kembali digunakan daripada membuangnya begitu saja. Selain itu, komponen-komponen seperti modul komunikasi dan unit daya Lagi Pandai digunakan kembali, yang berpotensi memperpanjang masa Mengenakan perangkat keras tersebut.

Mereka juga menekankan pentingnya pengembangan perangkat lunak dan optimasi sistem, sehingga chip atau GPU dapat berfungsi lebih lelet tanpa memerlukan penggantian yang terlalu sering. Menariknya, salah satu rekomendasi yang disarankan adalah agar perusahaan-perusahaan segera beralih ke GPU generasi terbaru daripada membeli lebih banyak GPU yang lebih lelet dan usang. Pendekatan ini, menurut mereka, Tak hanya dapat meningkatkan efisiensi komputasi tetapi juga dapat mengurangi jumlah perangkat yang akhirnya menjadi sampah elektronik.

READ  Jensen Huang, CEO Nvidia, Kunjungi Indonesia Buat Hadiri Indonesia AI Day

Para peneliti memperkirakan bahwa Apabila langkah-langkah mitigasi ini diterapkan dengan serius, volume sampah elektronik dari industri AI dapat dikurangi sebesar 16-86%. Meski demikian, implementasi dan keberhasilan rekomendasi ini bergantung pada komitmen industri teknologi serta adanya regulasi dari pemerintah atau kebijakan lingkungan yang lebih ketat. Tanpa dukungan dan kesadaran yang memadai dari pelaku industri serta kebijakan lingkungan yang kuat, rekomendasi tersebut mungkin sulit terlaksana, dan produksi sampah elektronik yang dihasilkan oleh perkembangan AI generatif kemungkinan tetap akan meningkat.

Studi ini menegaskan bahwa teknologi AI Tak hanya berdampak pada pemakaian sumber daya Kekuatan dan air, tetapi juga menambah masalah lingkungan terkait limbah elektronik yang selama ini cenderung terabaikan. Dengan perhatian yang lebih besar terhadap isu ini, diharapkan masyarakat dan pelaku industri dapat mengembangkan strategi yang lebih ramah lingkungan Demi mengelola teknologi AI secara berkelanjutan di masa depan.

Baca Informasi dan artikel lain di Google News

(mha)